Selasa, 20 Maret 2012

Rembulan

Wahai rembulan
Malam ini aku menyaksikanmu
Aku terus memandangmu
Aku lihat engkau ingin bicara padaku

Wahai rembulan
Aku lihat engkau ingin turun dari langit
Aku lihat engkau ingin brkata pada setiap manusia
bahwa alam sudah renta

Aku lihat cahayamu merah dan marah
melihat jutaan kepala penuh amarah

Aku lihat engkau ingin menangis
melihat mereka yang apatis

Aku lihat engkau ingin cahayamu padam
agar kemungkaran dibumi bisa teredam

Aku tahu engkau sudah bosan
melihat keserakahan dan kemunafikan

Aku tahu engkau sudah tak tahan
melihat banyak tangis akibat kelaparan

Aku tahu engkau ingin mengambil semua harta dibumi
agar mereka tak saling iri

Aku tahu engkau ingin menurunkan emas dan intan
agar mereka tak lagi cemas dengan kemiskinan

Aku tahu engkau sudah sangat jenuh
mendengar gemuruh perebutan kekuasaan

Aku tahu engkau ingin membakar dirimu sendiri dan mati
karna tak mau lagi menyaksikan semua ini

Do'aku untuk Ibu

Tiba-tiba saja aku terjaga dari lelapku
Alam tak sadarku mengajak aku keluar dari tempat persinggahanku
Angin tengah malam menyeretku termenung dibawah pangkuan langit

Entah datang hawa dari mana
Tiba-tiba air mataku jatuh
hingga tak terbendung lagi
Sampai-sampai isakkanku mengalahkan suara alunan jangkrik

Aku teringat pada ibu
Teringat saat dia gelisah melihat aku susah
Teringat saat dia menangis ketika aku sakit
Teringat saat dia cemas kala aku tak berdaya
Teringat saat dia terjaga dari tidurnya karna tidurku tak lelap
Teringat saat dia mengelus-elusku digendongannya
Teringat semua kekhawatirannya padaku

Aku tahu kau pasti teringat padaku malam ini
Aku juga tahu engkau sedang memintakan sesuatu pada Gusti Pangeran untukku
Aku juga tahu engkau mungkin sedang menangis dikeheningan
Karna aku tahu cinta kasihmu begitu tulus pada anak-anakmu

Ya Allah ampunilah aku
Juga terhadap ibu dan bapakku
Cintailah dan Kasihanilah keduanya
Seperti halnya mereka mencintai dan mengasihiku kala aku kecil

Jumat, 16 Maret 2012

Scooterist Edan: Pemulung Kota

Scooterist Edan: Pemulung Kota: Mentari belum beranjak keluar Engkau sudah siap membawa perkakas Kokok ayam juga belum terdengar Tapi engkau sudah bergegas Untuk mengai...

Aku ini Siapa

Aku ini siapa?
Aku tak tahu harus berbuat apa?
Aku bertanya harus kemana?

Semua manusia sepertinya menganggap aku tak ada
Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka
Mereka bilang waktu mereka adalah permata
yang tak boleh berlalu begitu saja

Aku ini siapa?
Aku bertanya pada langit
tapi langit tak mau menjawab
Aku mengadu pada gunung
tapi gunung tampak bingung
Aku minta pendapat pada laut
tapi laut tetap cemberut
Aku mencurahkan hati pada alam
tapi mereka semua diam

Aku ini siapa?
Aku ingin menjerit
tapi pita suaraku seperti terjepit
Aku ingin lari begitu jauh
tapi tubuhku tak berpeluh
Aku ingin menyelam kedalam samudra
tapi kaki dan tanganku tak berdaya

Ya Allah...
Haruskah aku menjadi Kyai
yang selalu menasehati para santri
Atau bahkan seorang sufi
yang dianggap manusia paling suci
Haruskah aku menjadi pemimpin
yang selalu mengatur
Ataukah seorang preman
yang tak mau ditegur
Haruskah aku menjadi petani
agar bisa menggarap sawah
Ataukah seorang priyai
yang butuh istana megah

Ya Allah...
Ya Rohman...
Ya Rohim...
Aku tak tahu
Aku ini siapa?

Sajak Untukmu Rembulan

Wahai rembulan malam
Izinkanlah aku untuk menulis sajak cinta
yang ku persembahkan untukmu

Keelokan rupamu membuat orang terpesona
Cahayamu menerangi seluruh jagat raya
Bintang pun merasa iri akan keindahanmu

Andai aku bisa terbang
Aku ingin menjemputmu
Kan kuajak engkau menari bersamaku

Tapi dirimu hanya dapat kupandang saja
dan tak dapat kumiliki
Namun sinarmu akan tetap bersemayam dalam sanubariku

Pemulung Kota

Mentari belum beranjak keluar
Engkau sudah siap membawa perkakas
Kokok ayam juga belum terdengar
Tapi engkau sudah bergegas
Untuk mengais rejeki ditumpukan sampah

Panasnya hari tak membuatmu resah
Derasnya hujan tak membuatmu gelisah
Pemulung kota tetap saja tabah
menghadapi hidup yang begitu serakah

Kala mentari mulai beranjak pulang
Engkau juga melangkah pulang
Senyum anak istri dirumah
telah menunggu kedatanganmu

Semangatlah wahai pemulung kota
Hari esok masih ada